Integrasi Gusjigang Dalam Pembelajaran Untuk Penanaman
Nilai-nilai Soft Skill
Salah satu upaya untuk melestarikan nilai-nilai bagus, ngaji dan dagang
adalah dengan cara mengintegrasikannya ke dalam proses pembelajaran. \citet{Said2013a} menyatakan bahwa nilai-nilai gusjigang dapat
dikembangkan melalui lembaga-lembaga pendidikan formal, non-formal,
pesantren, kelompok belajar bersama, komunitas, maupun pendidikan dalam
keluarga. Dalam bagian ini akan dikaji beberapa bentuk penerapan
nilai-nilai gusjigang dalam proses belajar pembelajaran. Beberapa bentuk
penerapan nilai-nilai gusjigang yang dapat diterapkan dalam proses
belajar pembelajaran diantaranya adalah: pengembangan kurikulum, materi
dan metode pembelajaran.
Pengembangan materi yang sesuai dengan nilai-nilai gusjigang dirasa
sangat penting. WHO dikutip dalam \citet*{Sumar2016} mendefinisikan bahwa kecakapan hidup sebagai keterampilan untuk
beradaptasi dan berperilaku positif sehingga memungkinkan seseorang
mampu menghadapi tuntutan dan tantangan dalam kehidupan lebih efektif.
Lebih jauh lagi \citet*{Sumar2016} menyebutkan lima aspek
kompetensi yang tidak akan didapatkan dalam hard skill yaitu:
kecakapan mengenal diri, kecakapan berfikir, kecakapan sosial, kecakapan
akademik, dan kecakapan kejuruan. Soft skill merupakan
keterampilan hidup yang khusus, karena hal ini berada dalam diri setiap
orang termasuk nilai-nilai gusjigang. Karena pada hakikatnya manusia
adalah makhluk yang mempunyai karakter bagus, keinginan untuk belajar
maupun jiwa berdagang. Atribut-atribut soft skill tersebut
dimiliki oleh setiap orang tetapi dalam jumlah dan kadar yang berbeda \citep*{Sumar2016}. Pengintegrasian nilai-nilai bagus, ngaji dan
dagang (Gusjigang) dalam pembelajaran sejatinya dapat dilakukan dengan
tiga hal diantaranya adalah: menentukan sebuah role model
(panutan) yang mampu mempraktikkan nilai-nilai gusjigang, pengembangan
kurikulum, dan pengembangan materi.
Pertama, menentukan sebuah role model (panutan) yang mampu
mempraktikkan nilai-nilai gusjigang. Role model ini harus
diperkenalkan kepada setiap peserta didik. Mereka dapat melihat secara
langsung bagaimana seharusnya seseorang yang berperilaku (memiliki
soft skill ) yang baik. Apabila pembelajaran nilai-nilai bagus,
ngaji dan dagang hanya dijelaskan secara teori saja berpotensi memancing
keraguan setiap peserta didik karena mereka tidak dapat membuktikan
(melihat secara langsung) penerapan nilai-nilai yang diajarkan ada pada
diri seorang pengajar. Sejatinya role model (panutan) yang paling
tepat untuk penerapan nilai-nilai gusjigang sudah kita temukan. Sunan
Kudus merupakan panutan utama dalam hal penerapan nilai-nilai bagus,
ngaji, dan dagang. Sunan Kudus disimbolkan sebagai seorang yang sangat
bijak, toleran dan mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan setiap orang
dari golongan dan agama yang berbeda. \citet{Said2010} menyebutkan
sembilan citra karakter Sunan Kudus: Waliyyul Ilmu, Wali
Saudagar, Multikulturalis, Filosofis, Patriotis, Kreatif, Populis,
Sufistik, dan seorang Arsitek. Kesembilan citra itu tersaji secara nyata
dalam keseharian peserta didik, sehingga yang perlu dilakukan oleh
pengajar adalah memunculkan serta memperkenalkan sosok role model
Sunan Kudus yang nyata pula.
Kedua, pengembangan konten atau materi pembelajaran.
Pengintegrasian nilai-nilai gusjigang kedalam pembelajaran dapat
dilakukan dengan cara mengembangkan bahan bacaan untuk mata pelajaran
tertentu. Sebagai contoh teks-teks bacaan yang dimasukkan nilai-nilai
gusjigang di dalamnya dapat digunakan untuk proses belajar dan
pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Pendidikan
Kewarganegaraan ataupun Sejarah. Belum adanya buku pelajaran yang
dikembangkan secara mandiri oleh sekolah-sekolah dilingkungan Kabupaten
Kudus mengharuskan setiap pengajar untuk lebih kreatif dalam
mengembangkan materi pembelajaran dengan konten gusjigang di dalamnya.
Pengajar juga dapat membuat slide presentasi yang berisi
nilai-nilai gusjigang di dalamnya. Diharapkan dengan bantuan hal itu
peserta didik dapat memahami konsep dasar nilai-nilai gusjigang. Apabila
pengembangan konten atau materi pembelajaran dikembangkan oleh pengajar
di Kabupaten Kudus, maka pembahasan yang diberikan akan mencapai
substansinya. Karena terkadang sebuah teks dalam buku hanya berisi
tentang hal-hal yang umum saja. Apabila materi pembelajaran yang
diberikan kepada peserta didik sudah sangat spesifik maka tujuan untuk
menginternalisasikan gusjigang dalam diri peserta didik dapat dicapai.
Ketiga, metode pembelajaran. Metode pembelajaran dalam hal ini
adalah bagaimana pengajar mengajarkan nilai-nilai gusjigang kepada
peserta didik di dalam kelas. Ada beberapa metode yang dapat digunakan
dalam proses belajar dan pembelajaran di kelas. Tentunya harus
disesuaikan dengan jenis mata pelajaran yang diajarkan, karena setiap
pengajar mempunyai metode dan cara yang berbeda satu dengan yang
lainnya. Dalam hal ini metode yang tepat untuk mengintegrasikan
nilai-nilai gusjigang diantaranya adalah membawa gusjigang dalam
kehidupan nyata ke dalam kelas. Pengajar dapat memberikan peserta didik
tugas untuk memerankan sosok Sunan Kudus dan rakyat Kudus dalam bentuk
drama kelas ataupun. Cerita-cerita dan sejarah tentang bagaimana Sunan
Kudus berdakwah dan membangun Kota Kudus dapat ditemukan dari berbagai
literatur. Seperti yang dilakukan oleh \citet*{Pratama2016} dalam penelitiannya tentang pengintegrasian isu-isu global dalam bahasa
Inggris yang memperagakan kondisi dunia global tentang isu
apartheid sehingga metode peragaan tersebut dapat memberikan
peserta didik penjelasan dan gambaran bagaimana menghadapi serta
mengatasi permasalahan di dunia.
Selain metode simulasi atau role play pengintegrasian nilai
gusjigang dapat dilakukan dengan metode studi mandiri atau penelitian.
Peserta didik diberikan tugas untuk melakukan pencarian data ataupun
informasi yang berkaitan dengan fakta-fakta yang bertentangan seperti
bentuk Menara Masjid Kudus yang seperti candi, himbauan untuk tidak
menyembelih sapi, atau tentang banyaknya industri rokok dan pusat
pembuatan jenang di Kota Kudus. Hal ini akan memberikan arahan kepada
peserta didik untuk dapat menentukan sendiri langkah-langkah dan cara
untuk mendapatkan jawaban atau informasi dari tugas yang diberikan oleh
pengajar. Keterampilan berkomunikasi, melihat peluang sangat diperlukan
dalam hal ini sehingga hasil yang diperoleh maksimal.
Metode lainnya yang dapat digunakan adalah karyawisata. Dengan program
ini pengajar dapat memberikan gambaran yang nyata tentang bagaimana
gusjigang diaplikasikan dalam kehidupan. Dari kegiatan ini peserta didik
dapat memeroleh pengalaman belajar secara langsung. Ketika proses
karyawisata berlangsung peserta didik dapat menemukan situasi yang
berbeda dari apa yang selama ini mereka pelajari di dalam kelas,
sehingga wawasan mereka tentang dunia luar akan bertambah \citep*{Sumar2016}. Tentunya hal ini akan memotivasi peserta didik untuk
lebih memahami materi pembelajaran dan terinspirasi dari apa yang mereka
lihat dan rasakan secara langsung.